Kamis, 10 Maret 2016

Aku Merindukan Suara Serulingmu (Coretan Fiksi-ku 1)

           
            Sore itu, di Ujung lorong sebuah rumah sakit, tepatnya di sebuah Ruang perawatan khusus. Tiba-tiba saja terdengar suara seruling yang merdu sekali. Sungguh mengundang seorang perawat untuk segera memeriksa ruangan tersebut. Namun, butuh keberanian lebih untuk berjalan di lorong yang sedikit gelap tersebut sendirian. Langkah kakinya dipercepat, karena harus melewati sebuah kamar mayat.

           Sebut saja Suster May. Dia mengikuti suara seruling yang terdengar semakin jelas saja. Diperiksanya beberapa kamar, ternyata kosong. Bulu kuduknya mulai berdiri. Dia menengok kesana-kemari, Namun tak seorang pun berlalu-lalang di lorong itu.

            Tetapi dia cukup berani, langkahnya tak terhenti. Dia masih penasaran. "Siapa yang bermain seruling disini." Ucapnya perlahan. Hanya ada satu ruangan yang belum diperiksanya. Iya, Kamar No 14 A. Dan benar sekali, Suster May melihat seorang pria berpakaian rapi dengan wajah lusuh sedang memainkan serulingnya di ruangan tersebut. Di sebelah pria itu ada seorang wanita pucat berambut tipis yang sedang terbaring koma. Dengan berbagai alat bantu menempel di tubuhnya. 

          "greekkk..!!" Suster May membuka ganggang pintu. Seketika pria tersebut menghentikan permainan serulingnya. Sekejap menjadi hening, hanya denting parameter bedside monitor yang terdengar semakin melambat. "Maaf, Mas Irfan. Dilarang membuat kebisingan disini. Ini bisa menggangu ketenangan pasien, biarkan kekasihmu istirahat. Agar kondisinya lekas membaik dan kembali sehat." Ucap Suster May dengan penuh keramahan, karena kebetulan mereka sudah saling kenal. Kemudian Pria itu menyimpan serulingnya. 

        Suster May mendekat, memeriksa keadaan pasien wanita itu. Miris. Tubuhnya kering, rambutnya satu persatu mulai rontok, wajahnya pucat, namun senyumnya masih terlihat manis. Karina, nama wanita itu. Sudah hampir satu bulan dia terbaring koma. Tidak pernah ada kemajuan, padahal sudah dirawat secara intensif dan dengan dokter ahli yang terbaik. 

           "Kapan kekasihku akan membuka kembali kedua matanya, Sus?" Tanya Irfan dengan mata berkaca-kaca. "Sabar, ya. Tabahkan hatimu. Jangan pernah berhenti berdo'a. Pihak rumah sakit sudah mengusahakan yang terbaik untuk kekasihmu." Suster May berusaha menenangkan. 

******************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar